- Harga jual energi fosil, misalnya minyak bumi, solar dan batubara di Indonesia masih sangat rendah.
- Rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimpor.
- Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada penyediaan modal awal.
- Belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilakukan. Secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.
- Kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak tentu.
- Meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber daya energi terbarukan secara lengkap di setiap wilayah, upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem konservasi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.
- Menekan biaya investasi dengan menjajaki kemungkinan produksi massal sistem pembangkitannya dan mengupayakan agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimpor dari luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak terhadap biaya produksi.
- Memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan beberapa proyek percontohan.
- Memberi prioritas pembangunan pada daerah yang memiliki potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
- Memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap pembangunan. Subsisi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM nomer 4 tahun 2012, investasi swasta untuk penyediaan listrik berbasis biomassa dan biogas on grid masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah terdepresiasinya nilai rupiah dan meningkatnya harga biomassa. Selain itu penyediaan energi listrik dari pembangkit biomassa dan biogas didominasi skema penjualan kelebihan tenaga listrik (excess power) dan bukan merupakan pembangunan pembangkit baru yang dedicated ke jaringan PLN.
Sehingga perlu dilakukan revisi Peraturan Menteri ESDM nomer 4 tahun 2012 untuk mendorong pemanfaatan potensi biomassa dan biogas untuk mengurangi pemanfaatan energi fosil khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) pada daerah-daerah yang memiliki ketergantungan terhadap BBM dan wilayah kepulauan yang masih memiliki rasio elektrifikasi rendah.
Berbagai upaya mengembangkan EBT untuk tenaga listrik on grid tenaga biomassa dan biogas telah dilakukan. Selain kewajiban pembelian tenaga listrik oleh PT PLN, dilimplementasikan kebijakan berupa pemberian prioritas pengembangan EBT setempat, insentif pajak penghasilan untuk investasi energi terbarukan, pembebasan bea masuk untuk EBT serta kemudahan prosedur perizinan. Pemerintah juga sudah menetapkan harga jual listrik (Feed-in-Tariff/FIT) untuk tenaga listrik berbasis biomassa dan bioga.
0 komentar:
Posting Komentar