Last Updated on Jumat, 12 September 2014 23:53
Written by sukandar
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan populasi, kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat. Dalam sepuluh tahun terakhir rata – rata kenaikan kebutuhan energi di Indonesia naik sekitar 7%. Pemenuhan energi yang berkelanjutan dengan demikian menjadi tantangan bagi Indonesia mengingat cadangan energi fosil yang relatif terbatas. Dengan jumlah populasi sekitar 3,4% dari penduduk dunia,c adangan energi (proven energy reserve) dari fosil Indonesia jauh di bawah 3,4%. Pada saat bersamaan, indonesia sebenernya memiliki potensi yang luar biasa dalam energy terbarukan (renewable energy).
Menyadari hal tersebut, pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional (KEN) yang menargetkan penggunaan energi bauran (energy mix) pada tahun 2025 dimana energi terbarukan (biofuel,geothermal, biomas, nuklir, tenaga air, tenaga surya dan angin) diharapkan berkontribusi bagi penyediaan energi nasional hingga 15%). Pemerintah juga sudah mengeluarkan instruksi Presiden no. 1 tahun 2006 untuk mendorong pengembangan biofuel. Pengembangan energi alternatif/energi terbarukan dipandang sebagai sebuah keniscayaan dan bioenergi dipandang sebagai salah satu alternative yang paling menjanjikan.
Pengembangan energi berbasis biomassa baik hutan dan limbah pertanian menjadi salah satu sumber energi terbarukan paling penting saat ini di dunia. Dari total kebutuhan energi dunia, 10,6 persen diantaranya dipenuhi melalui penggunaan biomassa (international Energy Agency, 2006).
Di Indonesia biomassa merupakan sumber energi tradisional tertua yang umumnya dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi untuk memasak di pedesaan. Beberapa industri kehutanan dan pertanian juga menggunakan limbah biomassa untuk memenuhi kebutuhan panas untuk proses produksi. Beberapa juga menghasilkan listrik.
Penggunaan energi dari biomassa hutan di Indonesia masih relatif terbatas, lepas dari besarnya potensi yang dimiliki. Hutan dapat menyediakan biomassa sebagai sumber bahan baku biofuel generasi kedua. Kawasan hutan yang kritis sangat luas yang dapat dijadikan sumber bahan baku lignocellulose dengan memadukan upaya penyediaan bahan baku dengan rehabilitasi lahan kritis. Kekayaan biodiversitas hutan Indonesia diproyeksikan juga menghasilkan buah/biji, pati dan kayu bernilai kalori tinggi. Pengembangan bioenergi dari kehutanan dengan demikian sangat luas, mulai dari woodpellet, biodiesel/biokerosene/biothanol hingga biomethanol.
Namun demikian inisiatif yang ada saat ini masih sporadis dan tanpa proses analisa ranta nilai (value chain analysis) yang memadai. Hal ini ditengarai karena belum adanya arah/rancang bangun pembangunan energi berbasis biomassa hutan secara nasional. Disamping itu belum ada langkah – langkah strategis lintas sektor untuk merealisasikan potensi yang cukup besar.
Untuk mendorong upaya – upaya yang lebih sistematis sambil mendorong pengembangan kondisi – kondisi pemungkin (enable condition) pengembangan bioenergi berbasis hutan di Indonesia, Kementrian Kehutanan berkerjasama dengan GIZ Forcelime berencana mengadakan diskusi terbatas untuk menggali pengalaman – pengalaman, mengindentifikasi tantangan dan potensi pengembangan energi biomassa berbasis kehutanan, mengindentifikasi kondisi pemungkin serta mengindentifikasi langkah – langkah strategis yang perlu didorong.
Tujuan dari Workshop :
1. Membangun pemahaman tentang arti penting pengembangan bioenergi berbasis hutan dalam rangka pengembangan energi nasional
2. Belajar dari pengalaman – pengalaman pengembangan bioenergi berbasis hutan di Indonesia
3. Berbagi hasil penelitian tentang pengembangan bioenergi berbasis kehutanan
4. Mengindentifikasi potensi dan tantangan pengembangan bioenergi berbasis hutan di Indonesia
5. Mengeidentifikasi kondisi pemungkin dan langkah – langkah strategis yang bisa dilakukan dalam rangka mendorong pengembagan bioenergi berbasis kehutanan di Indonesia.
6. Berkontribusi dan mendorong penyusunan Rancangan Nasional Pembangunan Bioenergi berbasis Hutan di Indonesia.
Kesimpulan Hasil Workshop
1. Kebijakan energi (EBT) mampu mewujudkan kedaulatan energi natural, dengan melibatkan pemerintah pusat, daerah, perwakilan pedesaan, Kementrian, Pelaku usaha dan Investor serta akomodasi.
2. Sumber kebijakan energi (EBT) mampu memenuhi pengadaan energi primer dan terpenuhinya penyediaan kapasitas pembangkit listrik dan pemanfaatan listrik perkapita.
3. Ditargetkan saluran energi terbarukan (23%), gas (22%), minyak (25%), batu bara (30%) untuk tahun 2025, sedangkan untuk tahun 2050 di harapkan energi terbarukan (35%), gas (24%), minyak (20%)dan batu bara (25%).
4. Konsumsi energi tidak terdistribusi secara merata karena mayoritas terpusat di pulau jawa di luar jawa terjadi kelangkaan dan nilai lebih tinggi dan terjadi ketimpangan porsi antara perkotaan dan pedesaan.
5. Sumber penerimaah dari sektor energi dari sumber daya mineral mengambil porsi I Rp. 295 Triliun (33%) total penerimaan negara sebesar 894.9 triliun.
6. Ketahanan energi menjadi permasalahan serius sehingga perlu adanya solusi yang dapat menjadi alternatif dengan menekankan Catur Dharma Energi yang meliputi :
- Meningkatkan Produksi Migas
- pengurangan pemakaian exspor dan impor BBM.
- mendorong sektor massal pengembangan EBT, dan
- pengehematan energi secara nasional
7. Solusi dan alternatif yang perlu di kurangi oleh pemerintah adalah :
- mengoptimalisasikan SDA yang EBT seperti bidang kehutanan (limbah kayu dan cangkang sawit, angin, air) pertanian dan perkebunan.
- Melakukan hasil fermentasi sampah kota, metal, co2, kompos kering dan cairan.
- fermentasi enceng gondok, pelet kayu.
(Humas Bappeda Provinsi Kaltim/Sukandar,S.Sos).
0 komentar:
Posting Komentar